Selasa, 04 Agustus 2015

Masih Anggap Enteng Fakta Ini?


bus laka semarang 2015_viva

KUALITAS kecelakaan lalu lintas jalan kian membuat bergidik. Mari kita buka ingatan kita. Baru-baru ini, sepanjang Juli 2015, publik disodori fakta meninggalnya satu keluarga akibat kecelakaan minibus yang bertabrakan dengan bus di jalan tol. Masih di jalan tol, kita juga disodori fakta belasan korban tewas akibat bus lepas kendali, kecelakaan tunggal.
Apa iya kualitas kecelakaan lalu lintas demikian buruk? Coba kita lihat data dua tahun terakhir.
Pada 2014, seperti dikutip dari data Korlantas Polri, dari total korban kecelakaan di jalan sebanyak 17,16% berujung pada kematian. Padahal, setahun sebelumnya, korban yang berujung kematian sebesar 15,98%.
Bagaimana dengan tahun 2015?
Marilah kita sejenak melihat data kecelakaan selama musim mudik Lebaran yang berlangsung selama 16 hari. Data Korlantas Polri memperlihatkan, pada musim mudik tahun ini sebanyak 11,63% dari korban kecelakaan berujung pada kematian. Sedangkan pada periode sama setahun sebelumnya baru sebanyak 9,93%.
Kedua data itu sama-sama memperlihatkan bahwa dampak dari kecelakaan begitu mematikan. Komposisi korban yang meninggal dunia kian menggelembung dari total korban. Dengan begitu, sebagai orang awam saya menyimpulkan bahwa kualitas kecelakaan lalu lintas jalan demikian menyeramkan. Silakan jika ada yang punya kesimpulan lain.
Di luar itu semua, kita patut belajar dari rekam jejak yang ada. Angka demi angka dari setiap periode kecelakaan itu punya akhiran yang sama, yakni memperlihatkan wajah yang memilukan. Pertanyaannya, apa yang bisa dipelajari dan bagaimana menyikapinya?
Korlantas Polri menunjukkan fakta bahwa mayoritas pemicu kecelakaan adalah perilaku berkendara yang tidak tertib. Beberapa aspek yang menjadi pemicu kecelakaan teratas masuk dalam faktor manusia. Sebut saja misalnya, mengantuk dan lengah.
Seorang pengemudi yang mengantuk sambil berkendara bisa berujung fatal. Begitu juga pengemudi yang kelelahan. Dua aspek tadi demikian mudah merusak konsentrasi pengemudi. Kita semua tahu, konsentrasi yang rusak bisa mengacaukan kemampuan pengemudi dalam mengendalikan kendaraan. Ujungnya mudah ditebak. Insiden.
Tapi, bagaimana mengantisipasinya? Mudah. Tidak berkendara saat mengantuk dan dalam keadaan lelah. Karena itu, mempersiapkan diri agar senantiasa dalam keadaan bugar ketika mengemudi menjadi mutlak. Maklum, berkendara adalah pekerjaan penuh waktu yang tidak bisa disambi oleh aktifitas lain apalagi diganggu oleh kondisi seperti mengantuk dan lelah.
Aspek lain yang amat menonjol adalah berkendara tidak tertib. Urusan yang satu ini adalah bagaimana pengemudi tahu adanya aturan, tapi masih melabraknya. Sekadar contoh, tahu bahwa aturan batas kecepatan maksimal di jalan tol adalah 100 kilometer per jam (kpj), tapi pengemudi masih memacu di atas angka itu. Contoh lain, sudah tahu bahu jalan sebagai lokasi berhenti dalam keadaan darurat, masih saja ada pengemudi yang melahap bahu jalan, bahkan termasuk untuk mendahului. Ironis.
korban laka 2014 RI komposisi
Urusan keselamatan jalan alias road safety memang bukan semata urusan sang pengemudi. Ada tanggung jawab para pemangku kepentingan (stakeholder) keselamatan jalan seperti kementerian pekerjaan umum untuk infrastruktur jalan. Lalu, kementerian perhubungan untuk marka, rambu, dan manajemen transportasi jalan. Serta, kepolisian RI untuk urusan keamanan dan penegakan hukum di jalan. Ada lagi pemangku kepentingan yang lain, seperti kementerian perindustrian dan kementerian kesehatan. Tapi, tiga contoh instansi yang diurutan pertama menjadi pihak paling terkait.
Lantas, apakah kita masih menganggap remeh urusan berkendara di jalan? Barangkali mesti disegarkan kembali ingatan kita bahwa hingga kini setidaknya lebih dari 320 ribu nyawa anak bangsa melayang sia-sia di jalan raya. Dan, lebih dari setengah juta yang menderita cedera. Mulai luka ringan hingga luka berat yang membuat cacat tetap. (edo rusyanto/http://log.viva.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar