Kamis, 13 Agustus 2015

Asuransi Kerugian Akibat Bencana Alam

Asuransi Kerugian Akibat Bencana Alam
-

Bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, dll. akan terus terjadi di Indoensia karena ada puluhan gunung berapa yang aktif di seluruh Indonesia, kecuali Pulau Kalimantan.

Salah bencana alam yang berdampak luas terhadap kehidupan adalah letusan gunung berapi. Letusan gunung berapi merusak tanaman, palawija dan tanaman keras, di areal jangkauan awan panas dan lahar dingin.

Kerugian yang dialami petani sangatlah besar karena tanaman rusak dan beberapa tahun ke depan mereka pun kesulitan bercocok-tanam karena lahan yang diselimuti debu, batu-batu besar, dan material lain yang dibawa lahar dingin.

Di sisi lain timbul pula persoalan yaitu buruh tani yang menjadi bagian integral dari pertanian kehilangan mata pencaharian. Kondisi ini tidak dikaitkan dengan perburuhan karena ada anggapan buruh adalah orang-orang yang bekerja formal di pabrik.

Padahal, buruh adalah orang-orang yang bekerja dengan imbalan upah.

Celakanya, buruh yang tidak formal tidak mendapat upah sesua dengan kebutuhan. Di perburuhan formal dikenal upah minimum regional (UMR), sedangkan buruh tadi tidak menerima UMR.

Untuk menekan dampak buruh letusan gunung berapi adalah memindahkan atau merelokasi penduduk ke areal yang tidak termasuk jangkauan awan panas dan lahar dingin.

Itu artinya lahan mereka yang ditanami dengan palawija dan tanaman keras tidak terhindar dari risiko rusak karena awan panas dan lahar dingin.

Untuk itulah diperlukan program yang bisa mengatasi risiko kerusakan tanaman dan kehilangan mata pencaharian. “Asuransi bisa melindungi petani dari kerugian karena kerusakan tanaman dan kehilangan penghasilan,” kata Drs Syafri Ayat, AAIK (HC), pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisaksi (STMA Trisakti) Jakarta.

Ide untuk mengatasi dampak bencana alam, seperi tsunami, gempa bumi dan letusan gunung berapi sudah pernan diajukan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI) di awal tahun 2000-an. Tapi, “Pemerintah maju-mundur,” kata Syafri.

Rupanya, premi asuransi bencana akan ditanggung oleh pemerintah. Itulah yang menjadi persoalan besar.

Tapi, kalau saja pemerintah ingin melindungi masyarakat, terutama masyarakat yang terkena dampak bencana alam, tentulah dana bantuan sosial (bansos) yang tersebar mulai dari yang dianggarkan di Kementerian Sosial RI sampai ke APBD di pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota.

Celakanya, banyak kasus terjadi terhadap dana bansos ini karena dijadikan sebagai objek ‘bancakan’ korupsi berjamaah.

Setelah bencana demi bencana terjadi tetap saja usul DAI tidak mendapat tanggapan yang positif dari pemrintah, baik pusat maupun daerah.

Akibatnya, masyarakat yang terdampak bencana menghadapi masa-masa sulit karena mereka hanya mengharapkan bantuan di pengungsian.

Menurut Syafri ada dua objek yang bisa diasuransikan yaitu: (1) kerugian karena tanaman rusak, dan (2) kerugian karena kehilangan pekerjaan.

Dalam kaitan ini memang tidak akan mungkin mengharapan petani per orangan yang mengasuransikan tanamannya.  Soalnya, seperti disampaikan Syafri, banyak orang yang akan bosan karena tiap tahun harus bayar premi dan tidak pernah terjadi bencana.

Tapi, ketika tidak bayar premi, eh, bencana datang. Maka, diperlukan campur tangan pemerintah agar asuransi ini jalan. ***[Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar