Oleh : Widi Hartono, ST. MT. dan Hendra Hero P.
Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Minggu 2 September 2012
Beberapa kota sedang dan besar di
Indonesia saat ini sedang giat-giatnya prasarana-prasarana yang
menunjang aktifitas dan fasilitas masyarakat yang semakin berkembang.
Tak terkecuali Kota Solo, sekarang sudah banyak bermunculan dan sedang
dilaksanakan proyek konstruksi untuk pusat-pusat perbelanjaan beberapa
lantai, apartemen dan rusunawa, prasarana jalan arteri dan tol,
prasarana transportasi dan sebagainya.
Semakin
besar proyek konstruksi, tentunya akan menimbulkan permasalahan yang
semakin kompleks pula, termasuk di dalamnya permasalahan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Pengelolaan proyek yang baik, akan memperhatikan
masalah K3 ini, sehingga akan meminimalisir setiap potensi timbulnya
kecelakaan kerja yang melibatkan tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja proyek konstruksi menjadi prioritas yang harus selalu
diperhatikan.
Berdasarkan
data dari Jamsostek, kasus kecelakaan kerja di Indonesia, walaupun
fluktuatif ternyata pada periode 2011 mengalami pelonjakan hampir dua
kali lipat dibandingkan data tahun 2010 yakni dari 47.919 kasus menjadi
86.000 kasus. Hal ini juga yang menyebabkan Indonesia dimenduduki
peringkat terbawah dalam hal standar keselematan kerja dibandingkan
negara-negara ASEAN.
Suatu
sistim kerja terpadu, disiplin kerja, fasilitas dan adanya komitmen dan
tanggung jawab yang jelas sangat diperlukan untuk mengatasi dan
mengurangi resiko kecelakaan kerja dan permasalahan yang terjadi.
Manajemen yang efektif dan efisien perlu untuk memberikan prioritas
utama terhadap resiko-resiko penting sebelum memulai proyek konstruksi.
Selain itu, penting untuk menentukan alokasi resiko kecelakaan kerja
yang tepat agar dapat mengurangi kerugian biaya, waktu dan kualitas
akibat resiko tersebut.
Efek
kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek konstruksi dapat menyebabkan
rusaknya peralatan yang digunakan, rusaknya lingkungan sekitar proyek,
serta hilangnya nyawa pekerja (fatality). Efek-efek tersebut akan mempengaruhi schedule penyelesaian proyek (project delay) dan pembengkakan biaya konstruksi secara keseluruhan.
Kecelakaan
yang terjadi pada suatu pekerjaan konstruksi kebanyakan disebabkan oleh
tenaga kerja yang tidak berpengalaman terhadap apa yang dia kerjakan,
peralatan yang sudah tidak layak untuk dipakai, kondisi lingkungan kerja
yang tidak aman, perilaku karyawan yang kurang peduli tehadap safety, serta manajemen perusahaan yang kurang peduli sepenuhnya terhadap safety, serta metode kerja yang tidak aman.
Kecelakaan
kerja dapat terjadi bila bahaya yang timbul tidak dapat diantisipasi
karena kegagalan Sistem Pertahanan Keselamatan Kerja (SPKK). Dengan
demikian, hal utama untuk mencegah kecelakaan kerja di konstruksi harus
dimulai dengan membentuk SPKK yang baik, salah satunya dengan menerapkan
sitem manajemen K3 (SMK3). Penerapan SMK3 meliputi metode kerja dan
fasilitas yang mendukung pekerjaan tersebut.
Sistem
manajemen K3 pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan
operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat
dilaksanakan dengan mengungkapkan sebab suatu kecelakaan dan meneliti
apakah pengendalian keselamatan kerja secara cermat dilaksanakan atau
tidak.
Tiga
faktor dalam penerpan SMK3 di proyek konstruksi yaitu peran manajemen,
kondisi dan lingkungan kerja, serta kesadaran dan kualitas pekerja.
Penerapan SMK3 yang baik akan memberikan efek yang signifikan terhadap
manfaat proyek, yang dapat diukur dalam parameter efisiensi, nilai
efisiensi, peningkatan dari hasil kualitas kerja dan juga peningkatan
aktivitas pekerjaan.
Pemerintah
pun sejak tahun 1980 telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam bidang konstruksi. Tahun 1986
pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum
dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman
yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi”.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar