Di Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, pekerjaan tukang batu hingga pedagang kaki lima (PKL) dilindungi asuransi. Jaminan ketenagakerjaan tersebut selama ini jarang dinikmati para pekerja informal di seluruh Indonesia. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Bhekti Suryani.
Sudah beberapa bulan terakhir, pengurus Karang Karuna Mekar Jala Arga, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, blusukan ke berbagai pelosok desa menemui perkumpulan warga mulai dari tingkat dusun hingga tingkat RT. Di pertemuan itu, para pemuda-pemudi karang taruna secara sabar menjelaskan pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan.
Beda dengan sales asuransi, para pengurus organisasi sosial itu tidak dibayar perusahaan atau pemerintah atas usaha mereka.
Kendati demikian, hanya dalam hitungan bulan, 600 lebih warga mendaftarkan diri sebagai peserta jaminan ketenagakerjaan secara mandiri. Jangan membayangkan mereka adalah pekerja formal di perusahaan swasta atau pegawai pemerintah.
Ratusan warga itu merupakan pekerja-pekerja informal yang tidak digaji bulanan. “Ada tukang ojek, buruh bangunan, PKL, petani, tukang batu,” ungkap Ketua Karang Taruna Mekar Jala Arga Ibnu Santosa beberapa waktu lalu.
Para peserta hanya membayar premi sebesar Rp15.600 per bulan ke lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melalui sekretariat karang taruna, untuk jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Nilai yang tidak lebih mahal dari sebungkus rokok itu bakal sangat berguna bila terjadi kecelakaan kerja atau kematian.
Sejauh ini, sudah ada 13 pekerja informal yang merasakan manfaat berasuransi. Saat terjadi kecelakaan yang menyebabkan mereka tidak dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan, para pekerja tetap mendapat ganti rugi dari asuransi.
“Jadi saat kecelakaan kerja, biaya pengobatannya sudah ditanggung, selain itu juga ada ganti untuk berapa hari dia tidak bekerja dan berapa hari pendapatan yang hilang diganti,” kata bapak dua anak itu.
Keuntungan juga dirasakan keluarga peserta asuransi bila peserta yang bersangkutan meninggal dunia. Ada uang kematian senilai Rp21 juta. Jaminan kematian itu selama ini sudah diterima dua warga Tamanan.
Tidak sulit bagi warga mengurus klaim kecelakaan kerja atau kematian, lantaran lebih banyak dibantu pengurus karang taruna. Saat terjadi kecelakaan kerja, berbagai persyaratan administrasi cukup dikumpulkan di Sekretariat Karang Taruna Mekar Jala Arga di Balai Desa Tamanan.
“Kami yang akan mengurus klaim itu ke BPJS, dalam dua hari klaim cair ditransfer BPJS langsung ke rekening peserta,” kata dia bersemangat.
Keuntungan berasuransi dan cepatnya pencairan klaim kini mendorong banyak warga Tamanan mendaftarkan diri sebagai peserta asuransi. Sejatinya kata Ibnu, pada 2014 lalu, sebanyak 513 pekerja informal telah dilindungi asuransi ketenagakerjaan, namun saat itu premi dibayarkan oleh Kementerian Sosial.
Sejak 2015, ratusan pekerja informal itu memilih mengasuransikan diri dengan membayar premi secara mandiri tanpa dibantu pemerintah, setelah program bantuan premi dari Kementerian Sosial berakhir.
Jumlah peserta justru semakin bertambah menjadi 607 orang, setelah mendapat sosialisasi dari Karang Taruna. Dalam dua tahun ke depan, 100% pekerja informal di Tamanan ditargetkan telah memiliki asuransi. “Kalau sekarang asuransi ketenagakerjaan baru melindungi sekitar 40% pekerja informal,” ujarnya.
Banyaknya pekerja informal yang menjaminkan diri dalam program asuransi awal April lalu diganjar penghargaan oleh BPJS Ketenagakerjaan DIY. Desa ini dicanangkan sebagai desa pelopor BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja informal.
“Jarang ada desa yang mengasuransikan pekerja informalnya dalam jumlah banyak seperti di Tamanan,” ungkap Kepala Kantor BPJS ketenagakerjaan DIY Cotta Sembiring.
Berdasarkan catatan BPJS, di DIY jumlah peserta asuransi dari pekerja informal tidak sampai 1.000 orang, dari total 573.921 pekerja. Mayoritas asuransi ketenagakerjaan masih diikuti pekerja formal, yakni sebanyak 30.128 pekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar