Di saat belahan bumi yang lain merasakan bencana asap
panas dan kemarau panjang, Negeri Sakura Jepang diamuk Topan Etau yang berlanjut
curah hujan tinggi yang mendatangkan air bah yang menghanyutkan apa saja yang
dilewatinya.
============
Topan Etau menerjang Jepang membawa hembusan angin hingga
125 km per jam (78mph) ke pusat Prefektur Aichi. Sehari setelah Etau lewat,
hujan deras mengguyur beberapa kawasan timur laut Jepang. Banjir bandang tak
terelakkan. Ribuan rumah dan mobil ikut tersapu banjir banding. Puluhan ribu
warga terpaksa mengunsi ke tempat-tempat yang aman.
"Ini curah hujan yang belum pernah kami alami
sebelumnya. Kami bisa katakan bahwa ini situasi yang abnormal dan bahaya
mengancam sewaktu-waktu," kata kepala unit prakiraan cuaca di Badan Meteorologi
Jepang (JMA), Takuya Deshimaru, saat konferensi pers darurat pada Kamis
(10/9/2015), sebagaimana dilansir CNN.
Daerah yang paling parah terkena imbasnya adalah Prefektur
Ibaraki dan Tochigi. Badan Meteorologi Jepang telah menempatkan kedua wilayah dengan
peringatan level tertinggi.
Menurut tayangan televisi dari Joso di Ibaraki, banyak orang
berada di atap rumah mereka sebelum tim penyelamat helikopter mengevakuasinya
ke tempat-tempat yang lebih aman. Sebab, tempat tinggal mereka sudah terendam
banjir. Banyak rumah dan mobil terseret arus banjir ketika Sungai Kinugawa
meluap setelah dua hari hujan lebat.
Di Tochigi, curah hujan lebih dari 500 mm (19 inci) yang
mengguyur dalam 24 jam. Kantor berita NHK menyebutkan, besarnya guyuran
hujan kali ini sekitar dua kali lipat yang terjadi pada September.
Bagian pusat Tochigi, bahkan menghadapi curah hujan hampir
60 cm sejak Senin (7 September) malam. Memecahkan rekor dari sebelumnya yang
pernah terjadi di daerah itu.
Banyak daerah lain Jepang timur dan timur laut juga telah
mengeluarkan peringatan cuaca ekstrim, termasuk Prefektur Fukushima -- kawasan
tempat pabrik nuklir yang masih rusak pada tahun 2011 akibat gempa bumi dan
tsunami.
Juru bicara untuk operator Tokyo Electric Power (Tepco)
mengatakan, hujan membuat pompa drainase tidak mampu bekerja maksimal. Air
dengan volume besar yang digunakan untuk mendinginkan pabrik reaktor itu kini
disimpan di situs tersebut.
Banjir yang mencakup area luas dan longsor di kawasan timur
laut Jepang memaksa lebih dari 90.000 orang meninggalkan rumah mereka. Otoritas
Jepang memerintahkan evakuasi kepada puluhan ribu warga akibat bencana banjir
dan tanah longsor dari hujan deras yang dibawa Topan Etau. Badan Meteorologi
Jepang mengeluarkan peringatan khusus di Tochigi dan Ibaraki, dua prefektur di
wilayah utara Tokyo, atas ancaman longsoran lumpur dan banjir.
Menurut laporan NHK, sebagian wilayah Tochigi terendam
banjir dengan ketinggian hampir 60 sentimeter akibat diguyur hujan sejak Senin
(7/9). Lebih dari 90 ribu warga di prefektur ini dievakuasi, dan 80 ribu
lainnya diminta meninggalkan rumah.
Di kota Kanuma, Tochigi, otoritas setempat sedang mencari
seorang warga yang diyakini terkubur longsoran lumpur. "Kami belum tahu
detail dari orang hilang ini," kata seorang petugas.
NHK melaporkan orang hilang ini adalah wanita paruh baya
yang rumahnya hancur terkena longsor. Suami korban telah berhasil diselamatkan.
Di Kota Joso, utara Tokyo, yang dihantam empasan air bah
setelah arus Sungai Kinugawa meluap tampak helikopter-helikopter tim penyelamat
menjemput banyak warga yang menyelamatkan diri ke atap-atap rumah. Seorang
warga dilaporkan hilang dan setidaknya 12 orang terluka.
Gambar-gambar di televisi memperlihatkan warga Kota Joso di
perfektur Ibaraki yang berada di atap-atap rumah sebelum helikopter penyelamat
mengangkut mereka dari udara. Kota Joso merupakan yang terparah dihantam
bencana alam banjir ini. Tanggul yang menahan volume air dari Sungai Kinugawa
jebol dan airnya meluap memenuhi pemukiman warga.
Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran setempat
menyebutkan 15 orang cedera di seluruh Jepang dan dua wanita lanjut usia
dilaporkan terluka parah akibat terkena hembusan angin kencang.
Media lokal melaporkan satu orang hilang setelah tanah
longsor menghantam sebuah rumah di Kanuma, Prefektur Tochigi.
Beberapa daerah juga mengalami pemadaman listrik massal.
Sementara imbas banjir Jepang membuat transportasi terganggu. Banyak layanan
udara dan kereta api dibatalkan atau ditunda. Beberapa jalan ditutup.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan pihak berwenang
sedang melakukan upaya terbaik untuk mengatasi musibah tersebut.
"Pemerintah akan bersatu dan melakukan yang terbaik
untuk menghadapi bencana ... dengan menempatkan prioritas tertinggi pada
kehidupan masyarakat," kata PM Abe.
Penderitaan warga Jepang bertambah-tambah karena bulan lalu
(Agustus), Jepang dilanda Topan Goni yang menewaskan seorang warga dan melukai
70 orang lainnya. (*)
:
Mengakrabi Banjir
Banjir bukanlah hal baru bagi warga Jepang. Ada beberapa
terminologi dalam bahasa Jepang untuk banjir, antara lain kouzui (banjir
akibat curah hujan tinggi), hanran (banjir bandang akibat meluapnya air
sungai), atau suigai (bencana banjir).
Jepang mempunyai pusat riset masalah kebumian dan
penanggulangan bencana (NIED, National Research Institute for Earth Science
and Disaster Prevention). Di bawahnya terdapat subsenter yang meneliti
banjir dan longsor. Atau untuk aspek perencanaan, NILIM (National Institute
for Land and Infrastructure Management) juga eksis dengan perencanaan
lingkungan terkait, misal sungai, dam, dan perencanaan pengkoordinasian saat
bencana. Khusus untuk banjir kota, Kyoto University di bawah DPRI (Disaster
Prevention Research Institute) punya lab khusus untuk meneliti masalah
bagaimana mengontrol banjir (di kota) ini.
Operasional di lapangan, permasalahan perawatan
infrastruktur dan kontrol banjir ada di bawah koordinasi Kementrian Tanah,
Infrastruktur, dan Tramsport (MLIT), di mana tiap wilayah (region) ada
departemen khusus pengawasan sungai dan wilayah alirannya.
Jepang menjadi langganan banjir lebih karena posisi
geografisnya yang mengharuskan berhadapan dengan (sewaktu-waktu) curah hujan tinggi.
“Taifu” yang datang dari selatan, kemudian menyapu daratan Jepang ke utara,
adalah salah satu penyebab hadirnya curah hujan tinggi. Banjir karena kerusakan
kondisi lingkungan, misalnya di daerah-daerah tinggi, sangatlah kecil.
Datangnya banjir di Jepang umumnya diawali dari meluapnya air sungai. Seperti
disampaikan Kuriki Minori (Direktur Persungaian NILIM), 3/4 wilayah Jepang
sangat mungkin terkena banjir. Ini lebih karena kondisi alam Jepang yang banyak
dihuni (sekitar 15%) itu berada di dataran rendah. Untuk mengatasinya,
infrasruktur yang berkaitan erat dengan kontrol banjir dari sungai ini menjadi
kebutuhan pokok. Kontrol dan manajemen yang meningkat tiap saat ini pun
menyebabkan kurban meninggal jauh berkurang.
Perangkat alat kontrol banjir dikenal dengan
komprehensivitas yang tinggi didukung oleh administrasi manajemen bencana
banjir yang terintegrasi secara baik. Dari sungai-sungai kecil/cabang semua
telah dilengkapi dengan fasilitas pengontrol banjir. Alat mitigasi bencana
banjir pun menjadi bagian integral di dalamnya.
Tahun 2003 Jepang melengkapi undang-undang yang berhubungan
banjir dengan merilis undang-undang baru bernama: Designated Urban River
Inundation Prevention Act. Peraturan ini melengkapi UU Sungai, UU
Penanggulangan Banjir, UU Air Buangan (sewerage), dan UU Perencanaan
Kota, yang di dalamnya masing-masing telah secara eksplisit mengatur hubungan
dengan banjir. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar