Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Intisari:
Pada
dasarnya wisatawan berhak atas perlindungan hukum dan keamanan
serta perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko
tinggi. Di sisi lain, pengusaha pariwisata berkewajiban untuk memberikan
kenyamanan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan serta
memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan
yang berisiko tinggi.
Jika
terjadi kecelakaan di lokasi objek wisata dan bukan karena kesalahan
wisatawan, maka yang bertanggung jawab adalah penyelenggara
pariwisata.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Kewajiban Pengusaha Pariwisata untuk Memberikan Keamanan Pada Pengunjung
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (“UU Kepariwisataan”).
Adapun lokasi obyek wisata dalam Pasal 1 angka 6 UU Kepariwisataan dikenal dengan istilah Destinasi Pariwisata:
“Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas
umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.”
Pada
dasarnya, keamanan suatu destinasi kepariwisataan dari kecelakaan ini
menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak di dalamnya untuk menjaga
kondisi aman dan nyaman. Hak wisatawan salah satunya adalah memperoleh
perlindungan hukum dan kemananan serta perlindungan asuransi untuk
kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi (Pasal 20 huruf c dan f UU Kepariwisataan).
Di
sisi lain kewajiban pengusaha pariwisata salah satunya adalah
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan
wisatawan serta memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata
dengan kegiatan yang berisiko tinggi (Pasal 26 huruf d dan e UU Kepariwisataan).
Adapun yang dimaksud dengan "usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi" menurut penjelasan Pasal 26 huruf e UU Kepariwisataan itu meliputi, antara lain wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam bebas.
Sebagai
contoh usaha pariwisata atau destinasi pariwisata yang memiliki risiko
tinggi adalah Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang ini memiliki
koleksi satwa-satwa liar di dalamnya sehingga dapat dikategorikan
sebagai destinasi pariwisata yang memiliki risiko tinggi. Bersumber dari
laman Info Wisata, website yang memberikan informasi tempat wisata di Indonesia,
tiket masuk di kawasan Kebun Binatang Ragunan ini adalah Rp4000 untuk
dewasa dan Rp3000 untuk anak-anak. Selain itu juga ditambah dengan biaya
asuransi sebesar Rp500.
Pada
umumnya, destinasi pariwisata itu menggunakan jasa pihak ketiga
(perusahaan asuransi) untuk menanggung risiko atas pengunjung apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Setiap
pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 26
tersebut dapat dikenai sanksi administratif, antara lain berupa: (Pasal 63 UU Kepariwisataan)
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
Jadi,
jika memang Anda sebagai pengunjung telah membayar biaya asuransi yang
ditetapkan di destinasi pariwisata yang Anda kunjungi,
pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan atau timbulnya kerugian dari
suatu peristiwa di kawasan destinasi pariwisata itu telah menjadi
tanggungjawab perusahaan asuransi yang bersangkutan.
TIPS:
Hal
penting yang perlu Anda perhatikan sebagai wisatawan yakni Anda perlu
melihat kembali seberapa tinggi risiko destinasi pariwisata yang Anda
kunjungi. Jika Anda berkunjung ke destinasi pariwisata yang kegiatan
pariwisatanya berisiko tinggi, Anda sebagai wisatawan berhak mendapatkan
perlindungan asuransi. Biasanya, asuransi ini diberikan bersamaan saat
Anda membeli tiket.
Langkah Hukum Jika Terjadi Kecelakaan di Tempat Pariwisata
Meskipun sudah terdapat jaminan keselamatan pengunjung yang tertuang dalam UU Kepariwisataan, namun pemerintah belum mengatur secara detail
tentang jaminan tersebut dalam sebuah ketentuan sebagai pelaksana
undang-undang yaitu Peraturan Pemerintah. Demikian antara lain yang
dijelaskan dalam sebuah penelitian Rancangan Sistem Penilaian Keselamatan Pengunjung Tempat Wisata yang kami akses dari laman Portal Garuda, sebuah laman indeks publikasi Indonesia.
Dalam
praktiknya, jika terjadi kecelakaan yang menimpa pengunjung di suatu
destinasi wisata, maka pengunjung dapat menggugat pemilik atau pengelola
tempat wisata yang bersangkutan atas dasar perbuatan melawan hukum. Hal
ini menyangkut kewajiban hukum dari pengelola tempat wisata tersebut.
Jika
memang kecelakaan wisatawan disebabkan oleh kelalaian pengelola tempat
wisata dalam membangun tempat wisata yang aman dan kondusif bagi
wisatawan, maka pengelola tempat wisata dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.”
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana.
Sebagaimana berdasarkan pada sebuah artikel yang juga kami akses dari laman Portal Garuda tentang Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan yang Mengalami Kerugian di Obyek Wisata, antara
lain dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa atau upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh wisatawan yang menderita kecelakaan atau kerugian di
obyek wisata dapat ditempuh melalui jalur damai maupun pengadilan dan di
luar pengadilan.
Jika
cara perdamaian antara pelaku usaha pariwisata dan wisatawan tidak
berhasil, salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan adalah melalui
jalur pengadilan atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini
menyangkut kewajiban hukum dari pengelola tempat wisata untuk
menyelenggarakan pariwisata yang aman bagi wisatawan.
Pada
praktiknya, bisa juga penyelenggara wisata digugat atas dasar
wanprestasi, bergantung apa yang telah disepakati antara wisatawan
dengan penyelenggara pariwisata. Seperti dalam Putusan Mahkamah Agung No.397 K/Pdt/2014, Penggugat menggugat atas dasar wanprestasi mengingat bahwa semua customer yang mengikuti aktivitas jenis wisata air pada perusahaan penyelenggara jasa marine sports
dilindungi oleh asuransi, hal ini juga terlihat jelas pada brosur yang
telah dikeluarkan atas nama: Adi Dive & Marine Sport dengan
insurance US$ 100.000 atau 1 miliar dan Tergugat telah berjanji di
hadapan Penggugat untuk mengurus asuransi kematian tersebut.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
1. Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.
2. http://www.infowisata.co.id/wisata/berlibur-bersama-keluarga-di-kebun-binatang-ragunan.html,diakses pada 8 Mei 2015 pukul 17.27 WIB.
3. Rancangan Sistem Penilaian Keselamatan Pengunjung Tempat Wisata yang kami akses dari laman Portal Garuda, diakses pada 8 Mei 2015 pukul 18.44 WIB.
4. Portal Garuda tentang Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan yang Mengalami Kerugian di Obyek Wisata, diakses pada 8 Mei 2015 pukul 18.52 WIB. (www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar