Selasa, 09 Juni 2015

Bahrumsyah: Banyak Pengusaha di Medan Tak Miliki K3

Dalam kurun waktu sepakan belakangan ini, pekerja di Kota Medan mengalami musibah, masing-masing musibah runtuhnya bangunan Vihara di Komplek Central Bussines Districk (CBD) Polonia Medan yang menimpa sebanyak 27 pekerja di lokasi itu serta tewasnya seorang pekerja bangunan di proyek Podomoro City Deli Medan tertimpa material bangunan dari tower pengangkut setinggi 20 meter. Kedua peristiwa itu terus menuai kritikan dari berbagai kalangan.

Atas kedua peristiwa ini, menurut Sekretaris Komisi B DPRD Kota Medan, HT Bahrumsyah SH, membuktikan banyak perusahaan maupun pengusaha, baik yang berdomisili maupun berinvestasi di Kota Medan tidak memiliki Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), sehingga para pekerja kerap menjadi korban. “Anehnya, kondisi seperti ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disosnaker) pun tutup mata,” sebut Bahrumsyah, Selasa (9/6) menanggapi kedua peristiwa itu.

Terlepas dari persoalan kelalaian, kata Bahrumsyah, masalah K3 itu mutlak menjadi tanggungjawab pemilik kerja, karena itu merupakan amanah UU No. 1 tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. “Memang semua itu tidak terlepas dari kualitas bangunan yang akan dan sedang dibangun. Disinilah perlunya izin dari instansi terkait agar kualitas konstruksi bangunan tersebut bisa diawasi dan diperketat, sehingga diyakini berkualitas baik dan nyaman bagi pekerja. Kualitas bangunan yang baik saja harus memenuhi izin K3, apalagi tidak,” katanya.

Terkait izin itu juga, sambung Bendahara Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini, harus ada sinergitas diantara instansi yang mengeluarkan izin untuk sebuah bangunan berdasarkan tipenya, mulai dari analisanya, peruntukkan, perencanaan pembangunan, pekerjaan dan K3.

“Ini semua harus linear. Artinya, analisa itu berbentuk dokumen dari instansi terkait, peruntukkan dari pemerintah dan perencanaan sebelum keluar izin. Setelah keluar izin, harus dilakukan pengawasan memastikan standar bangunan agar tidak ada kecelakaan kerja. Terakhir izin K3 dari Disosnaker, ini juga untuk memastikan perangkat kerja apakah benar-benar safety bagi pekerja dan asuransi pekerjanya. Artinya, pekerja harus benar-benar dilindungi baik kesehatannya, maupun keselamatannya,” terangnya.

Jadi, tambah Bahrumsyah, jika satu bangunan ada terjadi kecelakaan, berarti ada yang tidak beres dalam perizinannya. Ini ibarat mata rantai, kalau salah satu terputus, maka tidak akan berjalan dengan baik. Makanya, para pengusaha jangan mengabaikan K3,” ujar Bahrumsyah sembari sangat menyayangkan terjadinya kedua peristiwa yang menimpa pekerja itu.

Diketahui, Kamis (4/6) bangunan Vihara di kawasan CBD Polonia, Kecamatan Medan Polonia ambruk dan menimpa 27 pekerja di lokasi itu. Bahkan, bangunan yang dibangun sejak 2 Maret 2014 tidak memiliki IMB dari Dinas TRTB.

Para pekerja yang mengalami luka-luka, diantaranya Sutimin (48), Babreng (34), Misno (49), Anggi (49), Abdullah (60), Zaini (36), Donny (34), Yeni (25) semuanya warga Belawan. Kemudian, Imam (34), Sukimin (40), Salman (34), warga Pasar III Stabat, Wahyudi (25), warga Stabat, Eko Sulistiono (30) dan Zunaidi (49) warga Belawan.

Sementara pada, Senin (8/6) sore pekerja di proyek Podomoro City Deli-Medan milik PT Agung Podomoro Land yang terletak di Jalan Putri Hijau Medan tewas tertimpa bahan material bangunan yang terjatuh dari tower pengangkut bangunan setinggi 20 meter.  Peristiwa itu menewaskan, A Khoiri (27) warga Jepara, Jawa Tengah yang diketahui sebagai operator mesin co.

Sebelumnya dikabarkan dua orang, yakni Uskal Simangunsong (34) dan Lamhot Rumapea (25) juga tewas di lokasi proyek tersebut setelah terpental dari ketinggian sekira 15 meter saat memasang jaring pembatas rangka baja. (http://dnaberita.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar