Dalam kurun waktu sepakan belakangan ini, pekerja di Kota
Medan mengalami musibah, masing-masing musibah runtuhnya bangunan Vihara
di Komplek Central Bussines Districk (CBD) Polonia Medan yang menimpa
sebanyak 27 pekerja di lokasi itu serta tewasnya seorang pekerja
bangunan di proyek Podomoro City Deli Medan tertimpa material bangunan
dari tower pengangkut setinggi 20 meter. Kedua peristiwa itu terus
menuai kritikan dari berbagai kalangan.
Atas kedua peristiwa ini, menurut Sekretaris Komisi B DPRD Kota Medan,
HT Bahrumsyah SH, membuktikan banyak perusahaan maupun pengusaha, baik
yang berdomisili maupun berinvestasi di Kota Medan tidak memiliki
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), sehingga para pekerja kerap
menjadi korban. “Anehnya, kondisi seperti ini, Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja (Disosnaker) pun tutup mata,” sebut Bahrumsyah, Selasa (9/6)
menanggapi kedua peristiwa itu.
Terlepas dari persoalan kelalaian, kata Bahrumsyah, masalah K3 itu
mutlak menjadi tanggungjawab pemilik kerja, karena itu merupakan amanah
UU No. 1 tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. “Memang
semua itu tidak terlepas dari kualitas bangunan yang akan dan sedang
dibangun. Disinilah perlunya izin dari instansi terkait agar kualitas
konstruksi bangunan tersebut bisa diawasi dan diperketat, sehingga
diyakini berkualitas baik dan nyaman bagi pekerja. Kualitas bangunan
yang baik saja harus memenuhi izin K3, apalagi tidak,” katanya.
Terkait izin itu juga, sambung Bendahara Fraksi Partai Amanat Nasional
(FPAN) ini, harus ada sinergitas diantara instansi yang mengeluarkan
izin untuk sebuah bangunan berdasarkan tipenya, mulai dari analisanya,
peruntukkan, perencanaan pembangunan, pekerjaan dan K3.
“Ini semua harus linear. Artinya, analisa itu berbentuk dokumen dari
instansi terkait, peruntukkan dari pemerintah dan perencanaan sebelum
keluar izin. Setelah keluar izin, harus dilakukan pengawasan memastikan
standar bangunan agar tidak ada kecelakaan kerja. Terakhir izin K3 dari
Disosnaker, ini juga untuk memastikan perangkat kerja apakah benar-benar
safety bagi pekerja dan asuransi pekerjanya. Artinya, pekerja harus
benar-benar dilindungi baik kesehatannya, maupun keselamatannya,”
terangnya.
Jadi, tambah Bahrumsyah, jika satu bangunan ada terjadi kecelakaan,
berarti ada yang tidak beres dalam perizinannya. Ini ibarat mata rantai,
kalau salah satu terputus, maka tidak akan berjalan dengan baik.
Makanya, para pengusaha jangan mengabaikan K3,” ujar Bahrumsyah sembari
sangat menyayangkan terjadinya kedua peristiwa yang menimpa pekerja itu.
Diketahui, Kamis (4/6) bangunan Vihara di kawasan CBD Polonia, Kecamatan
Medan Polonia ambruk dan menimpa 27 pekerja di lokasi itu. Bahkan,
bangunan yang dibangun sejak 2 Maret 2014 tidak memiliki IMB dari Dinas
TRTB.
Para pekerja yang mengalami luka-luka, diantaranya Sutimin (48), Babreng
(34), Misno (49), Anggi (49), Abdullah (60), Zaini (36), Donny (34),
Yeni (25) semuanya warga Belawan. Kemudian, Imam (34), Sukimin (40),
Salman (34), warga Pasar III Stabat, Wahyudi (25), warga Stabat, Eko
Sulistiono (30) dan Zunaidi (49) warga Belawan.
Sementara pada, Senin (8/6) sore pekerja di proyek Podomoro City
Deli-Medan milik PT Agung Podomoro Land yang terletak di Jalan Putri
Hijau Medan tewas tertimpa bahan material bangunan yang terjatuh dari
tower pengangkut bangunan setinggi 20 meter. Peristiwa itu menewaskan, A
Khoiri (27) warga Jepara, Jawa Tengah yang diketahui sebagai operator
mesin co.
Sebelumnya dikabarkan dua orang, yakni Uskal Simangunsong (34) dan
Lamhot Rumapea (25) juga tewas di lokasi proyek tersebut setelah
terpental dari ketinggian sekira 15 meter saat memasang jaring pembatas
rangka baja. (http://dnaberita.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar