Kamis, 03 September 2015

Aspek K3 Gedung Bertingkat

Oleh: Dyah Ekowati, staf Binwasnaker
Beberapa kurun waktu terakhir ini, media informasi sering menyuguhkan berita-berita terjadinya kecelakaan di Mall dan Gedung bertingkat, beragam jenis kejadian kecelakaan misalnya seorang anak terjatuh dan terjepit eskalator, berita orang bunuh diri, juga  peristiwa kebakaran. Pada pertengahan Agustus 2010 terjadi peristiwa kebakaran yang meyebabkan meninggalnya 9 (sembilan) orang pengunjung di sebuah diskotik dan bahkan yang  terbaru peristiwa pada akhir tahun 2010, kejadian kebakaran  di sebuah karaoke yang bertempat di gedung bertingkat lantai tujuh di Surabaya. Hal tersebut menandai betapa rangkaian peristiwa kecelakaan kerja di gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan mengalami eskalasi yang cukup tinggi. Rangkaian peristiwa kecelakaan di tempat sebagaimana tersebut di atas, mengindikasikan bahwa masalah keselamatan kerja dan keselamatan umum belum menjadi kebutuhan mendasar bagi pihak pengusaha, pekerja maupun pihak lain yang berkecimpung di sektor ini, padahal seperti telah kita pahami bersama bahwa setiap terjadinya peristiwa kecelakaan tentu mendatangkan kerugian baik bagi pengusaha/pengelola gedung dan pusat-pusat perbelajaan dan juga membawa malapetaka bagi masyarakat dan pengunjung.

Keselamatan dan kesehatan kerja gedung bertingkat dan pusat pusat perbelanjaan mempunyai kekhasan yang ber–beda bila dibandingkan dengan keselamatan kerja di sektor manufaktur, dikarenakan berbagai faktor diantaranya yang paling signifikan adalah skala paparan resiko cukup tinggi, pada peristiwa emergency terhadap huniannya.

Hal inidikarenakan insan yang terkait memiliki kualitas variant pemahaman safety rata-rata awam berkaitan dengan bahaya, dan juga upaya-upaya keselamatan diri ketika berada di tempat-tempat tersebut, sehingga mestinya pelaksanaan serta upaya penegakan keselamatan dan kesehatan kerja memerlukan pendekatan system secara ketat dan menyeluruh terhadap pelaku-pelaku di sektor ini.

Dengan perkataan lain memang sudah waktunya, mulai detik ini kita konsentrasikan pembinaan K3 terus menerus, sejalan dengan tumbuh kembangnya gedung gedung bertingkat dan bertam–bahnya tempat-tempat hiburan (mall) di kota-kota besar.

Dalam rangka menciptakan budaya K3 yang efektif dan dapat menjangkau keselamatan masyarakat sebagai tamu atau pengunjung yang berada di tempat-tempat tersebut kiranya perlu adanya suatu gerakan sadar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dicanangkan oleh para pengelola tempat tersebut dengan cara pemantapan pemahaman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimulai dari tingkat Top Manajemen Perusahaan tersebut. Untuk itu Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi pengelola gedung bertingkat dan pusat perbelanjaann pada tanggal 11-14  Juli  2011, dengan harapan dapat menekan angka kecelakaan pada lingkup perusahaan yang menggunakan gedung  bertingkat atau pada pusat-pusat perbelanjaan.

Adapun maksud dan tujuan diselenggarakan bimbingan teknis K3 bagi pengelola gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman usaha pencegahan dan penanganan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehubungan dengan Kecelakaan yang terjadi di tempat-tempat tersebut. Tujuan dilaksanakan bimtek, adalah diharapkan adanya penurunan angka kecelakaan sekaligus mendorong dan memantapkan penanganan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan pendekatan sistem Manajemen di peru–sahaan.

Kegiatan bimtek K3 ini diikuti oleh 30 pengelola gedung bertingkat atau pusat perbelanjaan yang menggunakan gedung bertingkat pada 10 Kabupaten/Kota, antara lain Kota Surabaya tujuh orang peserta, Kota Batu (1), Kota Malang (2), Kota Pa–suruan (2), Sidoarjo (7), Kab. Mojokerto (1), Kab. Kediri (2), Kab. Malang (2), Kab. Pasuruan (2), dan Gresik (4).

Narasumber adalah praktisi K3 dan Kementerian Nakertrans RI, yaitu : Yong Ardinal (Chevron Indonesia), Ganjar Budiarto (Kementerian Nakertrans RI), Rachmad Iswahyudi (PT HM Sam–poerna). Materi yang disajikan meliputi identifikasi bahaya dan Penilaian Pengendalian Resiko (IBPPR), proteksi aktif dan pasif penggulangan kebakaran, Penanggulangan Kebakaran, Manajemen Penanganan Kebakaran dan Emergency Respon Plant (tanggap Darurat).

Dalam banyak kasus, khususnya dalam organisasi yang kecil, independen dapat diperlihatkan dengan tidak memiliki tanggung jawab untuk aktivitas yang diaudit. Setiap program keselamatan harus memasukkan prosedur untuk identifikasi dan analisa risiko dari bahaya yang terkait dengan pekerjaan. Sementara itu, untuk selamat, kita harus memikirkan pekerjaan kita dan merencanakan pengendalian terhadap bahaya. Tahap pertama dalam melindungi diri adalah mengenali bahaya yang banyak kita hadapi, di antaranya dengan melakukan tiga tahap model keselamatan yakni : kenali (recognize) bahaya, evaluasi (evaluate) risiko, dan kendalikan (control) bahaya.

Dalam mengenali (identifikasi) bahaya diperlukan diskusi dan perencanaan dengan teman kerja, gunakan daftar periksa, lakukan brainstorming, kenali kejadian dan kecelakaan yang pernah terjadi, gunakan informasi yang diperlukan (gambar, datasheet peralatan, prosedur kerja, dsb.), identifikasi semua bahaya pada setiap langkah pekerjaan, prioritaskan fasilitas, menggunakan Daftar Periksa, dan mengembangkan Pertanyaan “Bagaimana Jika”.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam identifikasi bahaya dan penilaian risiko sesuai OHSAS 18001 adalah aktivitas rutin dan non rutin, aktivitas semua personil yang memiliki akses ke tempat kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung), perilaku orang, kemampuan dan faktor manusia lainnya, bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat berpengaruh pada keselamatan dan kesehatan kerja dibawah kendali organisasi di tempat kerja, bahaya yang tercipta disekitar tempat kerja karena aktivitas kerja dibawah kendali organisasi, infrastruktur, peralatan dan bahan di tempat kerja, apakah disediakan oleh organisasi atau pihak lain, perubahan atau usulan perubahan dalam organisasi, kegiatannya atau bahan, modifikasi terhadap SMK3, termasuk perubahan sementara, dan dampaknya pada operasi, proses dan aktivitas, semua kewajiban hukum yang berlaku terkait dengan penilaian risiko dan pelaksanaan dari pengendalian yang diperlukan, rancangan dari areal kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasi terhadap kemampuan manusia.

Dalam ISO 14001, identifikasi aspek lingkungan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi operasi normal, kondisi operasi abnormal, kondisi saat mulai operasi (start up) dan saat selesai operasi (shut down), dan kondisi darurat yang mungkin terjadi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sifat pekerjaan (material yang digunakan), lokasi pekerjaan, potensi terpapar oleh bahaya-bahaya di tempat kerja (H2S, asbestos, dll), potensi paparan bahaya bagi semua orang yang terlibat dalam kegiatan, potensi dampak dari insiden (kerusakan lingkungan, penundaan pekerjaan, penundaan operasi produksi, tuntutan hukum, dll), dan pemberitaan yang negatif.

Yang perlu dipahami bahwa bahaya pada gedung bertingkat adalah bencana alam (gempa bumi, angin puting beliung, banjir, petir, dlsb), tindakan manusia atau aktivitas kerja (dapur/memasak, housekeeping, admin. & perkantoran, dlsb), kegagalan dan perilaku struktur bangunan, kegagalan instalasi/sarana pendukung (gas, listrik, lift orang dan barang, pencahayaan, tata udara, sistem komunikasi, sanitasi dan kebersihan, pengoperasian peralatan dan perlengkapan pendukung kerja, sarana evakuasi dan darurat lainnya tidak memadai/tersedia, tidak cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman, tidak cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api, tidak dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.

Dampak dari bahaya pada gedung bertingkat adalah bangunan runtuh atau ambruk, kebakaran (bangunan, orang, dan material/peralatan/harta benda), ledakan (bangunan, orang, dan material/peralatan/harta benda), terperangkap dalam lift atau lift jatuh (orang, peralatan/material/harta benda), terpapar gas berbahaya (Laboratorium, dslb.)

Dalam melalukan evaluasi resiko bisa dilakukan dengan menentukan risiko ter–hadap setiap bahaya yang sudah diiden–tifikasi secara kualitatif, dan secara kuan–titatif. Risiko merupakan hasil kombinasi antara peluang terjadinya bahaya dan dampak yang ditimbulkannya.

Peluang sendiri didasarkan atas proteksi keselamatan yang ada (Safeguard), rancangan (design), prosedur operasi, pemeliharaan dan perawatan, dan sejarah/pengalaman. Sedangkan dampak (Tingkat Keparahan) didasarkan atas pengalaman atau studi yang dilakukan. Dampak lainnya adalah cedera, sakit atau meninggal dunia, kerusakan peralatan/mesin/material/bangunan dan aset lainnya (kerugian finansial), kerusakan lingkungan, persepsi masyarakat (Image).

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengendalikan bahaya. Hal itu dapat dilakukan dengan mengurangi peluang (pencegahan) terjadinya bahaya dan/atau mengurangi (mitigasi) dampak yang ditimbulkannya. Bahaya dapat dikendalikan dengan dua cara utama yaitu menciptakan lingkungan kerja yang selamat dan melakukan praktek-praktek kerja yang selamat.

Adapun pengurangan risiko dilakukan sesuai hirarki berikut yakni eliminasi (elimination), substitusi (Substitution), pengendalian kerekayasaan (Engineering Control), tanda/Peringatan dan/atau pengendalian administrative dan alat  pelindung  diri (APD).

Alternatif pemecahan masalah dilakukan dengan pencegahan (Prevention) melalui upaya menghilangkan sama sekali bahaya/masalah, kecelakaan atau kerugian, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya/masalah, kecelakaan atau kerugian. Sedangkan dalam pengurangan (Mitigation) nahaya dilakukan dengan mengurangi dampak atau tingkat keparahan dari kecelakaan/kerugian/masalah, meningkatkan kesiapan dan tanggap darurat.

Bagimana menghilangkan bahaya/kecelakaan/kerugian dilakukan dengan pemilihan teknologi, pemilihan bahan baku/kimia (subtitusi), pengendalian pada sumbernya, memindahkan orang, dan memindahkan peralatan/fasilitas. Untuk mengurangi peluang terjadinya bahaya/kecelakaan/kerugian dengan prosedur, alarm, pelatihan, audit, pemilihan Kon–traktor, pemeliharaan dan perawatan berkala, inspeksi, dan memasang Tanda Bahaya dan Peringatan.

Langkah-langkah untuk mengurangi dampak kecelakaan/kerugian di anta–ranya dengan emergency shutdown, sistem kendali, Alat pelindung diri (APD), pemantauan, daur ulang, pengolahan limbah, asuransi, bahan tahan api, dan peralatan pemadaman kebakaran.  Untuk meningkatkan kesiapan dan tanggap darurat dilakukan dengan latihan/gladi (drills), evakuasi, penanggulangan kecela–kaan, peringatan untuk masyarakat, kesiapan keadaan darurat, perjanjian kerjasama penanggulangan, pelatihan kesiapan dan tanggap darurat, information hotlines, dan pasokan alternatif.

Alat lain yang digunakan untuk penilaian resiko adalah HIRAC, Hazops, What If, Check List, What If  Check List, Modelling, Fault Tree, Even Tree, Risk Ranking Matrices, Analisa Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis/JSA) dan lain-lain. Analisa Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis/JSA) dilakukan dengan pendekatan struktur untuk mengidentifikasi bahaya potensial dalam kerja dan meren–canakan langkah-langkah perbaikan. Pen–dekatan ini mempertimbangkan tindakan (perilaku) dan juga kondisi fisik dan lingkungan. Suatu cara yang baik untuk me–ningkatkan kesadaran keselamatan dan mencapai perbaikan terus menerus dalam kinerja keselamatan. Tahap-Tahap dalam melakukan analisa keselamatan kerja. *

Mengapa hal ini dapat terjadi karena system perekonomian kapitalis liberalis ternyata tidak mampu menopang kekuatan ekonomi yang di bangun sehingga perekonomian global mengalami degradasi /krisis. Berangkat dari sinilah para pelaku ekonomi global saat ini juga sedang gencarnya mencari solusi serta mencari sumber ekonomi mineral yang mampu sebagai penopang bisnisnya.

Transmigrasi produktif akan mampu memanfaatkan peluang tersebut di atas. Penulis berkenan memberikan detailnya jika  Pemerintahan Provinsi Jawa Timur c/q Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi & Kependudukan sebagai event organaiser dari transmigrasi produktif   sebagai implementasi dari KSAD Transmigrasi secara nasional.
(http://disnakertransduk.jatimprov.go.id)

2 komentar: