Dalam dua tahun terakhir ini,
kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai
menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan
tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 persen korban
kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni 22 – 50 tahun.
Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di
jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap
harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian
anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.
Sebagaimana diketahui, masyarakat
modern menempatkan transportasi sebagai kebutuhan turunan, akibat aktivitas
ekonomi, sosial dan sebagainya. Bahkan dalam kerangka ekonomi makro,
transportasi menjadi tulang punggung perekonomian, baik di tingkat nasional,
regional dan lokal. Oleh karena itu, kecelakaan dalam dunia transportasi
memiliki dampak signifikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Di Indonesia, jumlah kendaraan
bermotor yang meningkat setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor
utama terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas. Data Kepolisian RI
menyebutkan, pada 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal
dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp
203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (2,9% - 3,1 % dari Pendapatan Domestik
Bruto/PDB Indonesia). Sedangkan pada 2011, terjadi kecelakaan sebanyak 109.776
kasus, dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang.
Selain korban kecelakaan lalu
lintas lebih didominasi oleh usia muda dan produktif, sebagian besar kasus
kecelakaan itu terjadi pada masyarakat miskin sebagai pengguna sepeda motor,
dan transportasi umum. Data yang berbeda dari Kementerian Kesejahteraan Rakyat
(Menkokesra) menyebutkan, kecelakaan pengendara sepeda motor mencapai 120.226
kali atau 72% dari seluruh kecelakaan lalu lintas dalam setahun, Dengan korban
yang demikian, dampak sosial kecelakaan lalu lintas adalah akan menciptakan
manusia miskin baru di Indonesia, terutama terjadi pada keluarga yang ditinggal
suami dan atau orang yang sebelumnya menjadi penopang hidup keluarga.
Pada perspektif lain, kecelakaan
lalu lintas juga dapat dijadikan bahan komodifikasi isu untuk memicu konflik
sosial. Pada awal 2013, konflik yang terjadi di Kabupaten Sumbawa, Pulau
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dipicu oleh isu yang yang berawal
dari kecelakaan lalu lintas biasa. Persoalan semakin membesar ketika isu
tersebut disebarkan melalui pesan singkat kepada masyarakat. Bahkan, konflik di
Lampung Selatan, yang mengakibatkan pengerusakan parah terhadap pemukiman warga
transmigrasi asal Bali, di Desa Bali Nuraga, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten
Lampung Selatan, juga berawal dari kecelakaan lalu lintas antara sepeda dan
sepeda motor. Pada konteks ini, kasus kecelakaan lalu lintas dapat membawa
derivasi korban yang lebih banyak lagi.
Secara umum kecelakaan lalu
lintas yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kelalaian manusia,
kondisi jalan, kelaikan kendaraan dan belum optimalnya penegakan hukum lalu
lintas. Berdasarkan Outlook 2013 Transportasi Indonesia, terdapat empat faktor
penyebab kecelakaan, yakni kondisi sarana dan prasarana transportasi, faktor
manusia dan alam. Namun demikian, di antara keempat faktor tersebut, kelalaian
manusia menjadi faktor utama penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas.
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran berlalu lintas yang baik bagi masyarakat,
terutama kalangan usia produktif.
Pemerintah sebagai penyelenggara
negara, turut berupaya untuk meminimalisir tingginya angka kecelakaan di
Indonesia. Melalui program Dekade Keselamatan Jalan 2011-2020, yang dicanangkan
oleh Wakil Presiden di Jakarta pada 20 Juni 2011 lalu, pemerintah menargetkan
penurunan fatalitas hingga 50 persen pada 2020. Dengan tahun basis 2010 yang
menelan 31.234 korban jiwa, pada 2020 fatalitas atau korban jiwa kecelakaan
lalu lintas seharusnya sekitar 15.000 jiwa. Untuk mewujudkan Dekade Keselamatan
Jalan Indonesia pada 2020, diperlukan langkah-langkah konkrit pihak-pihak
terkait dalam mengimplementasikan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Terlebih
untuk ikut mewujudkan zero accident pada 2015 yang dicanangkan PBB.
Penilaian WHO bahwa kecelakaan
lalu lintas sudah menjadi pembunuh terbesar ketiga di Indonesia, perlu menjadi
perhatian bersama. Masyarakat, pengusaha angkutan, pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya perlu waspada atas peringatan tersebut. (*/Dari berbagai
sumber).
- See more at:
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga#sthash.O32o6PnR.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar