Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, demikian yang disebut dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Hal ini berarti, tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya meninggal dunia itu sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sebelumnya, kami kurang mendapatkan informasi yang jelas dari Anda mengenai apa yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas pada jam kerja ini. Apakah kecelakaan lalu lintas tersebut dialami pekerja pada saat dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah; atau kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi saat pekerja ditugaskan oleh perusahaan untuk ke suatu tempat pada saat jam kerja?
Pada dasarnya, kedua hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”):
“Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.”
Pengertian serupa juga diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“UU Jamsostek”):
“Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.”
Mengacu pada pengertian tersebut, hal ini berarti kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat pekerja ditugaskan oleh perusahaan untuk ke suatu tempat pada saat jam kerja dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja sepanjang berkaitan dengan hubungan kerja.
Dalam hal ini, kami berasumsi bahwa pekerja tersebut telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial. Ini karena berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Jamsostek, program jaminan sosial tenaga kerja wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan UU Jamsostek.
Hal ini juga ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“PP 84/2013”):
“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000, (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).”
Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) UU SJSN, peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan (Pasal 31 ayat (2) UU SJSN).
Dalam Pasal 9 UU Jamsostek dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2)Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diubah yang terakhir kalinya dengan PP 84/2013 (“PP 14/1993”), dikatakan bahwa tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak atas jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biaya yang meliputi:
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di Rumah Sakit, termasuk rawat jalan;
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.
Selain penggantian biaya tersebut, kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi:
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja;
b. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya;
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; dan atau
d. Santunan kematian.
Akan tetapi, jika jumlah santunan kematian dari jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari jaminan Kematian, maka yang didapatkan keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja adalah Jaminan Kematian (Pasal 21 PP 14/1993).
Selain itu, berdasarkan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan, dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diubah yang terakhir kalinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar