Senin, 02 November 2015

Kebakaran, Tidak Cukup Berhenti di Titik Awal Api

Senin (9/3/2015) sore sekira pukul 18.47 WIB kebakaran melanda Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Kebakaran yang semula hanya terjadi di lantai 16 itu kemudian menjalar dan mencapai puncak gedung. Pecahan kaca termasuk bara api sempat berjatuhan di area parkir gedung yang bersebelahan dengan Wisma Kosgoro. Beberapa hari sebelumnya, kebakaran melanda permukiman padat di Jalan Sabenih, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Saban tahun sedikitnya 500 kasus kebakaran melanda wilayah DKI Jakarta. Penyebabnya antara lain kompor mbleduk, arus pendek listrik, dan puntung rokok. Kerugian material bisa lebih dari Rp200 miliar tiap tahun. Tidak hanya Jakarta yang akrab dengan kebakaran. Riau, Jambi dan Sumatera Barat pun kini harus “bersahabat” dengan asap kebakaran. Indonesian Fire Fighting Club (IFFC) mencatat pada periode  2004 hingga 2013 tercatat 1.000 kasus kebakaran setiap tahun dengan rerata nilai kerugian mencapai Rp853miliar /tahun.
Yang menarik, dari sekian banyak kasus kebakaran, hampir tidak terdengar berapa banyak kasus yang dapat dibawa ke meja hijau. Yang mengemuka adalah rumor bahwa kebakaran di lokasi tertentu sengaja dibakar lantaran hendak digusur untuk dibangun rusun, apartemen dan pusat perbelanjaan. Rumor pula kebakaran hutan dilakukan orang suruhan perusahaan perkebunan. Jelas, kita membutuhkan investigasi khusus terhadap kasus-kasus kebakaran agar tidak berhenti sebatas rumor dan menjadi trend kiat murah menggusur rakyat dan membuka lahan perkebunan.
Kita membutuhkan investigasi arson. Yakni, sebuah investigasi untuk memastikan asal mula dan sebab-musabab kebakaran, apakah seseorang telah secara sengaja membakar properti orang lain untuk tujuan-tujuan ilegal. Tugas investigator adalah mengumpulkan semua fakta dan bukti-bukti di TKP, lantas memutuskan kebakaran tersebut disebabkan oleh kesengajaan, alamiah ataukah sebuah kelalaian.
Tidaklah gampang untuk menjadi seorang investigator arson. Minimal mereka harus menguasai materi pengetahuan tentang karakteristik kimia api, perilaku api, konstruksi bangunan, penanggulangan dan serangan awal api, interview dan interogasi, tipologi api, dan kesaksian di pengadilan. Dengan keharusan menguasai materi pengetahuan semacam itu, seorang veteran Kapten di Buffalo Fire Department  yang juga pernah bergabung dengan New York State Trooper Thomas J. Bouquard (1992) menyatakan bahwa seseorang dinilai layak menjadi investigator arson harus memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain petugas pemadam kebakaran dan polisi dengan masa kerja lebih dari lima tahun, petugas pemadam kebakaran yang sedang dalam promosi, sukarelawan pemadam kebakaran lebih dari 10 tahun, instruktur pemadam kebakaran bersertifikat, dan memahami sistem peradilan pidana.
Penguasaan atas materi pengetahuan tersebut harus senantiasa ditingkatkan lantaran terkadang substansi kimia baru yang ditemukan di tempat asal mula api dapat membingungkan seorang investigator, bila tidak dipelajari sebelumnya. Pun pengetahuan tentang sistem peradilan kriminal atau kepolisian karena pengetahuan umum ini banyak diterapkan dalam investigasi arson.
Pendekatan karbon kopi sangat penting ketika membawa kasus kebakaran ke pengadilan. Pelaporan bukti yang standar selama pendakwaan arson membantu jaksa penuntut umum memenangkan perkara. Seorang investigator arson yang mampu merangkai keseluruhan investigasi secara hati-hati dan rinci akan selangkah lebih maju dibandingkan mereka yang bersikap acuh tak acuh dan ceroboh.
Tak mudah memang untuk menjadi investigator yang mampu menguak sebuah skandal kebakaran. Sedikitnya melewati 11 langkah agar sebuah kasus kebakaran layak dibawa ke meja hijau. Di antaranya menentukan dasar hukum penyelidikan di lokasi kejadian, peralatan yang tersedia, sterilisasi lokasi, dan mewawancarai petugas yang meminta penyelidikan. Kemudian, dua dari anggota tim investigasi mewawancarai orang yang pertama kali melaporkan adanya api, memotret lokasi, mencatat pola pembakaran, mengumpulkan bukti dan memvisualisasikan lokasi sebelum terjadi kebakaran. Dilanjutkan inspeksi sistematis terhadap seluruh struktur yang tersisa guna menentukan titik asal api dan membuktikan penyebab kebakaran: kecelakaan, kelalaian ataukah kesengajaan.

Berikutnya, membandingkan cacatan (minimal) dua investigator dan memutuskan apakah diperlukan penyelidikan lebih lanjut. Jika dicurigai terjadi skandal maka semua bukti fisik dibawa ke laboratorium kriminal dan semua catatan tertulis dan hasil wawancara diserahkan ke jaksa penuntut. Jikalau dirasa cukup bukti, maka jaksa penuntut menentukan bahwa telah terjadi kasus dan segera melanjutkan penyidikan dengan tim investigator yang benar-benar menguasai persoalan. (Budi N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar