Oleh : Fadil Abidin
Menurut penelitian para ahli, hutan bakau selain berfungsi untuk mencegah abrasi, hutan bakau juga memiliki fungsi penting menjaga derah pantai dari keganasan ombak. Hutan bakau selebar 200 meter dengan kerapatan yang memadai dapat meredam kekuatan gelombang pasang termasuk gelombang tsunami setinggi 30 meter dan mengurangi kecepatan ombak tsunami hingga 50 persen.
Tapi ironisnya, hutan bakau yang menjadi penyelamat daerah pesisir pantai dan menjaga manusia dari potensi bencana tsunami tersebut, justru sering ‘dibantai’ oleh manusia sendiri. Menurut data Kementerian Kehutanan, saat ini lebih kurang 70 persen dari 9,4 juta hektare luas mangrove (hutan bakau) di seluruh Indonesia rusak akibat masih banyaknya masyarakat yang belum paham tentang pentingnya hutan bakau dan ekosistemnya. Kini, luas hutan bakau Indonesia hanya tersisa 1,9 juta hektar dengan kondisi yang teramat kritis.
Hutan bakau selain mencegah abrasi dan mengurangi dampak gelombang tsunami, hutan bakau merupakan ekosistem yang menjadi habitat berbagai macam makhluk hidup, seperti ikan, udang, kepiting, kerang, hewan reptil, aneka jenis burung, dan lainnya. Dengan hutan bakau maka hasil tangkapan hasil laut para nelayan akan jauh lebih banyak karena ekosistemnya terjaga. Hutan bakau yang mempunyai berbagai macam jenis habitat makhluk hidup tersebut dapat dijadikan sebagai tempat kawasan wisata alam, sehingga menguntungkan penduduk sekitar.
Ada kekeliruan dalam pola pikir kita. Ada beberapa pendapat bahwa akan lebih menguntungkan jika hutan bakau dikonversi (diubah) menjadi tambak. Tapi hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengenmabgan (Litbang) Kehutanan Kementerian Kehutanan menyebutkan, pengurangan satu hektar hutan bakau menjadi tambak akan menghasilkan 247 kg ikan/tahun, tetapi akan menyebabkan pengurangan produksi ikan tangkapan nelayan sebanyak 840 kg ikan/tahun. Coba mana yang akan kita pilih?
Gambaran tersebut menjelaskan proporsi ekonomis tertinggi dari hutan bakau apabila tetap dipertahankan sebagai kawasan yang dilindungi, daripada mengubahnya menjado tambak yang akan menurunkan produktivitas tangkapan nelayan secara keseluruhan.
Kita memang tetap membutuhkan tambak sebagai tempat produksi ikan atau udang tertentu yang perlu dibudidayakan secara berkesinambungan untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Karena itu, pengembangan budidaya tambak harus dilakukan dengan hati-hati sehingga fungsi konservasi yang berjangka panjang dengan fungsi produktif ekonomis dalam jangka pendek dapat dipadukan, sehingga fungsi hutan bakau dapat tetap dipertahankan.
Hutan Bakau dan Pesisir
Hutan bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000).
Sedangkan pesisir didefinisikan sebagai wilayah di mana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya air laut, angin laut dan intrusi air laut. Sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Mangrove mempunyai peran ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit). Kota-kota yang berada di pinggir pantai dan memiliki areal mangrove seluas 43,80 hektar, maka kawasan tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ekoturisme). Bahkan jika perlu, setiap kota di pinggir pantai harus merehabilitasi hutan bakaunya sebagai safety green belt (sabuk hijau pengaman).
Ketentuan safety green belt perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya secara optimal, yaitu mengurangi dampak gelombang tsunami, mengurangi abrasi, rob, intrusi air laut, meredam gelombang pasang, mengurangi kecepatan angin ketika badai laut dan sebagainya.
Jakarta misalnya, suatu saat akan tenggelam karena abrasi, rob dan intrusi air laut ke daratan tak bisa dihentikan karena tidak ada upaya serius untuk mencegahnya. Saat ini, tidak ada satupun kota di Indonesia yang mempunyai safety green belt. Sehingga ketika bencana datang, maka daya destruksinya sungguh luar biasa, yang memakan korban harta dan jiwa yang cukup banyak.
Fungsi Hutan Bakau
Salah satu faktor terjadinya degradasi (penyusutan) hutan bakau di Indonesia disebabkan masih banyaknya masyarakat yang belum memahami pentingnya ekosistem hutan bakau, baik untuk menjaga lingkungan (ekologis) maupun manfaatnya bagi kehidupan (ekonomis).
Hutan bakau memiliki arti penting bagi nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil. Tak hanya menyelamatkan kehidupan mereka dari ancaman abrasi pesisir pantai. Kawasan hutan bakau juga memberi kontribusi ekonomi bagi mereka. Ikan, udang, kerang, kepiting, dan organisme lainnya menempatkan kawasan bakau sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan (feeding ground). Hal tersebut menunjukan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi bagi biota perairan tersebut.
Hutan bakau atau mangrove memiliki beberapa fugsi jika kita tinjau deri beberapa aspek, misalnya aspek fisika, kimia dan biologi. Dari sisi aspek fisika, mangrove berperan sebagai pelindung garis pantai dari ancama abrasi yang disebabkan meluapnya air laut ke daratan. Hutan bakau meredam efek destruksi dari gelombang pasang, dan barperan sebagai pelindung bagi kawasan perumahan nelayan yang biasanya berada di belakang hutan ini dengan mengurangi atau menghambat kecepatan tiupan angin ribut dan badai.
Dari aspek kimia, hutan bakau berperan sama halnya dengan fungsi hutan pada umumnya, yaitu mengurangi terjadinya polusi udara dengan menyerap gas karbondioksida (Co2) yang berada di udara kemudian menghasilkan oksigen (O2) yang kemudian digunakan oleh mahluk hidup untuk menjalani proses kehidupannya. Kawasan mangrove juga dapat menyerap limbah buangan yang telah mencemari laut baik limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, limbah yang berasal dari lalu lintas perkapalan ataupun yang berasal dari darat.
Aspek biologi dari hutan mangrove yaitu menjadi lokasi atau tempat habitat beberapa mahluk hidup untuk melakukan aktifitasnya, baik untuk berkembag biak atau mencari makan. Hutan bakau juga sebagai tempat bersarang atau persinggahan bagi beberapa jenis burung yang melakukan migrasi untuk melakukan perkembangbiakan atau upaya menghindar dari ancaman pergantian musim.
Namun ada satu fungsi lagi yang harus kita ketahui bersama, jika ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi maka kawasan ini juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan manusia yang berdomisili di sekitarnya. Dari aspek ekonomi, hutan mangrove dapat dikembangkan menjadi hutan wisata yang secara langsung berdampak positif pada kehidupan masyarakat sekitar.
Setelah kita mengetahui manfaaat hutan bakau yang di tinjau dari beberapa aspek, maka kita semua patut menjaga kelestarian kawasan tersebut agar tetap lestari. Para nelayan atau masyarakat yang hidup di sekitar garis pantai, haruslah tetap menjaga kelestarian hutan bakau yang ada. Harus ditimbulkan kesadaran bersama bahwa hutan bakau adalah penyelamat kehidupan bagi masyarakat daerah pesisir pantai.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar